BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MAKALAH
Setelah menyerahnya Jan Willem Janssens yang diserang oleh Inggris, maka Gubernur Jendral Inggris di India yaitu Lord Minto menunjuk Thomas Stamford Raffles sebagai Letnan Gubernur Jawa (1811-1816). Dengan ini muncullah sejarah baru kolonial Inggris di Indonesia. Raffles dalam menjalankan pemerintahannya di Indonesia ia ingin mengadakan perubahan-perubahan dalam sistem pemerintahan di Indonesia karena Raffles mempunyai keyakinan akan kebaikan sistem pemerintahan Barat. Selain dalam bidang pemerintahan, perubahan-perubahan yang hendak dilakukannya adalah dibidang ekonomi. Raffles menganggap bahwa pemerintah kolonial adalah pemilik semua tanah yang ada di daerah jajahan. Kewajiban membayar sewa tanah kepada pemerintah dikenal dengan landrent atau sewa tanah. Sewa tanah diserahkan sebagai pajak atas pemakaian tanah pemerintah oleh penduduk.
Jadi dalam makalah ini akan membahas tentang konsep atau sistem pertanahan yang dijalankan pada saat Inggris berkuasa di Indonesia. Kebijakan yang dilakukan Raffles yaitu Land Rent atau pajak tanah/sewa tanah, yang dalam pelaksanaannya banyak mengalami penyimpangan dan kegagalan dikarenakan banyaknya pegawai yang bertindak semena-mena terhadap penduduk dan benyaknya pegawai yang korup. Dalam hal ini perlu kita ketahui mengapa pemakalah membahas tentang ini karena untuk mengetahui apa saja kebijakan yang diambil oleh Raffles dan mengapa kebijakan tersebut bisa mengalami kegagalan. Dan juga untuk membedakan pemerintahan-pemerintahan pada masa Raffles dengan yang lainnya seperti pemerintahan Deandeals dan lainnya.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Konsep Pertanahan Pada Masa Raffles?
2. Bagaimana Pelaksanaan Sistem Sewa Tanah (Landrent) Pada Masa Raffles?
3. Apa Penyebab Kegagalan Sistem Sewa Tanah (Landrent) Pada Masa Raffles?
C. TUJUAN MAKALAH
1. Untuk mengetahui Bagaimana Perkembangan Konsep Pertanahan Pada Masa Raffles.
2. Untuk Mengetahui Bagaimana Pelaksanaan Sistem Sewa Tanah (Landrent) Pada Masa Raffles.
3. Untuk Mengetahui Apa Penyebab Kegagalan dari Konsep Sewa Tanah (Landrent) Pada Masa Raffles.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP PERTANAHAN PADA MASA THOMAS STAMFORD RAFFLES
Letnan Gubernur Jendral Thomas Stamford Raffles (1811-1816) yang mewakili pemerintahan Inggris di Indonesia, di usahakan cara pembaharuan. Raffles merupakan seorang pembaharu dan penentang feodalisme sebagaimana Deandels.¹ Pemerintahan Raffles didasarkan atas prinsip-prinsip liberal, seperti halnya pada Van Hogendorp, jadi politik kolonial yang hendak mewujudkan kebebasan dan kepastian hukum. prinsip kebebasan mencakup kebebasan menanam dan kebebasan perdagangan. keduanya akan menjamin adanya kebebasan produksi untuk ekspor. Raffles bermaksud menetapkan politik kolonial seperti yang dijalankan oleh Inggris di India.² Di India, pemerintah kolonial Inggris menarik pajak bumi melalui sistem pengelolahan agraria yang sebenarnya merupakan warisan dari sistem pemerintahan kekaisaran Mughul atau Monggol (1526-1707).³ Menurut suatu sistem yang kemudian terkenal sebagai sistem pajak tanah (Landrent System).
Pokok-pokok sistem Raffles adalah sebagai berikut:
1. Segala bentuk dan jenis penyerahan wajib maupun pekerjaan rodi perlu dihapuskan dan rakyat tidak dipaksa untuk menanam satu jenis tanaman, melainkan mereka diberi kebebasan untuk menentukan jenis tanaman apa yang akan ditanam dengan memberi kebebasan penuh untuk berdagang.
2. Pengawasan tertinggi atas tanah-tanah langsung dilakukan oleh pemerintah dengan menarik pendapatan atas tanah-tanah dengan pendapatan dan sewanya tanpa perantara bupati. Peranan para Bupati sebagai pemungut pajak dihapuskan dan sebagai gantinya mereka dijadikan bagian integral dari pemerintahan kolonial dengan fungsi-fungsi pemerintahan yang sesuai, perhatian mereka harus terpusat pada pekerjaan-pekerjaan umum yang dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat.
3. Menyewakan tanah-tanah yang diawasi pemerintah secara langsung dalam persil-persil besar atau kecil, menurut keadaan setempat berdasarkan kontrak-kontrak untuk waktu yang terbatas. Para petani yang menggarap tanah dianggap sebagai penyewa tanah milik pemerintah. Untuk penyewaan tanah ini para petani di wajibkan membayar sewa tanah atau pajak atas pemakaian tanah pemerintah.⁴
Kebijakan yang ditetapkan oleh Gubernur Thomas Stamford Raffles adalah pajak tanah atau Landrent. Dari hasil penelitiannya, pemilik tanah-tanah didaerah swapraja di Jawa disimpulkan bahwa semua tanah milik raja, sedangkan rakyat hanya sekedar memakai dan menggarapnya. Karena kekuasaan telah berpindah kepada pemerintah Inggris, maka sebagai akibat hukumnya adalah hak pemilikan tas tanah-tanah tersebut dengan sendirinya beralih pula kepada raja Inggris. Dengan demikian, tanah-tanah yang dikuasai dan digunakan oleh rakyat itu bukan miliknya, melainkan milik raja Inggris. Oleh karena itu, mereka wajib memberikan pajak tanah kepada raja Inggris sebagaimana sebelumnya diberikannya kepada raja mereka sendiri.
Beberapa ketentuan yang berkaitan dengan pajak tanah dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Pajak tanah tidak langsung dibebankan kepada para petani pemilik tanah, tetapi dibebankan kepada kepala desa. Para kepala desa diberi kekuasaan untuk menetapkan jumlah sewa yang wajib dibayar oleh tiap petani.
2. Kepala desa diberi kekuasaan penuh untuk mengadakan perubahan pada pemilikan tanah oleh para petani apabila hal itu diperlukan guna memperlancar pemasukan pajak tanah. Dapat dikurangi luasnya atau dicabut penguasaannya jika petani yang bersangkutan tidak mau atau tidak mampu membayar pajak tanah yang ditetapkan baginya. Tanah yang bersangkutan akan diberikan kepada petani lain yang sanggup memenuhinya.
3. Praktik pajak tanah menjungkirbalikkan hukum yang mengatur pemilikan tanah rakyat sebagai akibat besarnya kekuasaan kepala desa. Seharusnya luas pemilikan tahanlah yang menentukan besarnya sewa yang wajib dibayar, tetapi dalam praktik pemungutan pajak tanah itu justru berlaku yang sebaliknya. Besarnya sewa yang sanggup dibayarlah yang menentukan luas tanah yang boleh dikuasai seseorang.5
Tentang penyewaan tanah, menurut Raffles pemerintah Gubernemen sebagai penganti raja-raja Indonesia merupakan pemilik semua tanah-tanah sehingga dengan demikian mereka boleh menyewakan tanah-tanah tersebut yaitu dengan menuntut sewa tanah berupa pajak tanah, maka pendapatan negara akan baik. Untuk menentukan besarnya pajak, tanah dibagi menjadi tiga kelas, yaitu :
1. Kelas Satu yaitu, kelas yang subur dikenakan pajak dari setengah hasil bruto.
2. Kelas Dua yaitu, kelas tanah setengah subur dikenakan pajak sepertiga dari hasil bruto.
3. Kelas Tiga yaitu, kelas tanah tandus dikenakan pajak dua per lima dari hasil bruto.
B. PELAKSANAAN SISTEM LANDRENT
Gubernur Jendral Stamford Raffles banyak memanfaatkan kolonial (Inggris) sebagai perangkat (struktur pelaksana) sewa tanah, dari pemungutan sampai pada pengadministarian sewa tanah. Meskipun keberadaan dari pada bupati sebagai pemungut pajak telah dihapuskan, namun sebagai gantinya mereka dijadikan bagian integral (struktur) dari pemerintahan kolonial, dengan melaksanakan proyek-proyek pekerjaan umum untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk.
Tiga aspek sistem pelaksanaan sewa tanah :
1. Penyelenggaraan sistem pemerintahan atas dasar modern.
Pergantian dari sistem pemerintahan yang tidak langsung yaitu pemerintahan yang dilaksanakan oleh para raja dan kepala desa. Penggantian pemerintahan tersebut arti bahwa kekuasaan tradisional mereka dikurangi ataupun ditiadakan. Kemudian fungsi para pemimpin tradisional tersebut digantikan oleh para pegawai Eropa.
2. Pelaksanaan pemungutan sewa tanah.
Pada masa VOC pemungutan sewa tanah adalah pajak kolektif, dalam artian pajak tersebut di pungut bukan dasar perhitungan perorangan tapi seluruh desa. Pada masa sewa tanah, hal ini digantikan jadi pajak kewajiban .
3. Penanaman tanaman dagang untuk di ekspor.
Pada masa sewa tanah, terjadi penurunan dari sisi ekspor misalnya tanaman kopi yang merupakan tanaman komoditas ekspor pada awal abad 19, hal ini karena Kurangnya pengalaman para petani dalam menjual tanaman mereka di pasar bebas, karena para petani dibebaskan menjual sendiri tanaman mereka.
Kedudukan dan pola kerja rakyat pada masa sistem sewa tanah ini pada dasarnya tidak jauh berbeda pada masa sistem tanam paksa. Pada sistem sewa tanah rakyat tetap saja harus membayar sewa tanah kepada pemerintah. Rakyat diposisikan sebagai penyewa tanah, karena tanah adalah milik pemerintah sehingga untuk memanfaatkan tanah tersebut untuk menghasilkan tanaman yang nantinya akan dijual dan uang yang akan di dapatkan sebagian digunakan untuk membayar pajak dan sewa tanah tersebut. Pada masa sewa tanah ini pajak yang diserahkan bukan lagi berupa pajak penerangan dan berupa in-natural, tetapi lebih pada pajak perorangan.
Setiap orang dibebaskan menanam apa saja tanaman ekspor dan bebas menjualnya kepada siapa saja dipasar yang telah disediakan oleh pemerintah. Tetapi karena kecenderungan rakyat yang telah terbiasa dengan tanam paksa dimana mereka hanya menanam saja, untuk menjual tanaman yang mereka tanam tentu saja mengalami kesulitan sehingga mereka kemudian menyerahkan urusan menjual hasil pertanian kepada para kepala desa.6 Dan tentu saja hal ini berakibat pada banyaknya korupsi dan penyelewengan yang dilakukan oleh para kepala desa. Gagasan sistem sewa tanah dalam pelaksanaannya membawa pengaruh yang besar. Sistem sewa tanah telah menimbulkan perubahan-perubahan penting. Unsur-unsur paksaan telah diganti dengan unsur kebebasan, sukarela dan hubungan perjanjian atau kontrak.
Raffles ingin agar petani dapat berdiri sendiri dan bebas menentukan sendiri tanaman apa yang akan dikerjakan seperti tebu, kopi, nila, lada, dan rempah-rempah. Tetapi petani-petani tidak terbiasa mengambil prakarsa sendiri. Gagasan utama dalam sistem pelaksanaan sistem sewa tanah membawa akibat perubahan-perubahan antara lain :
a. Unsur paksaan diganti dengan unsur kebebasan, sukarela dan hubungan kontrak.
b. Hubungan antara pemerintah dan rakyat didasari oleh sifat kontak.
c. Ikatan adat istiadat menjadi semakin longgar dan menjadi bercorak kebarat-baratan.
d. Kehidupan ekonomi barang diganti dengan uang.
C. KEGAGALAN SISTEM LANDRENT
Pelaksanaan sistem sewa tanah yang dilakukan Gubernur Jendral Thomas Stamford Raffles pada sistem pertanahan di Indonesia menemui beberapa kegagalan. Sistem sewa tanah yang diberlakukan ternyata memiliki kecenderungan tidak cocok bagi pertanahan milik penduduk pribumi di Indonesia. Sistem sewa tanah tersebut tidak berjalan lama. Hal ini disebabkan beberapa faktor dan mendorong sistem tersebut untuk tumbang kemudian gagal dalam peranannya mengembangkan kejayaan kolonisasi Inggris di Indonesia.
Kegagalan yang utama, disebabkan Raffles kurang meneliti kehidupan sosial di pedesaan Jawa. Pelaksanaan pemungutan sewa tanah mengalami kesulitan. Pungutan terpaksa tidak dilaksanakan secara perorangan tetapi secara kelompok desa. pungutan ini dilakukan oleh pejabat yang bertindak sewenang-wenang dan korup. Usaha Raffles untuk menjalankan sistem sewa tanah akhirnya gagal.7
Beberapa faktor kegagalan sewa tanah antara lain :
1. Keuangan Negara yang terbatas, memberikan dampak terhadap minimnya pengembangan pertanian.
2. Pegawai-pegawai yang cakap jumlahnya cukup sedikit, selain karena hanya diduduki oleh kalangan pemerintah Inggris sendiri, pegawai yang jumlahnya sedikit itu kurang berpengalaman dalam mengelola sistem sewa tersebut.
3. Masyarakat Indonesia pada masa itu belum mengenal perdagangan ekspor seperti India yang pernah mengalami sistem sewa tanah dari penjajahan Inggris. Dimana pada abad ke 9 masyarakat Jawa masih mengenal sistem pertanian sederhana, dan hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Sehingga penerapan sistem sewa tanah sulit diberlakukan karena motivasi masyarakat untuk meningkatkan produktifitas pertaniaannya dalam penjualan ke pasar bebas belum disadari betul.
4. Masyarakat Indonesia terutama di desa masih terikat dengan feodalisme dan belum mengenal ekonomi uang, sehingga motivasi masyarakat untuk mendapatkan keuntungan dari produktifitas hasil pertanian belum disadari betul.
5. Pajak tanah yang terlalu tinggi, sehingga banyak tanah yang terlantar tidak digarap, dan dapat menurunkan produktifitas pertanian.
6. Adanya pegawai yang bertindak sewenang-wenang dan korup.
7. Singkatnya masa jabatan Raffles yang hanya bertahan 5 tahun, sehingga ia belum sempat memperbaiki kelemahan dan penyimpangan dalam sistem sewa tanah.
Sewa tanah tetap memberatkan rakyat dan menggambarkan seakan-akan rakyat tidak memiliki tanah, padahal tanah tersebut adalah milik rakyat Indonesia. Penghasilan sewa tanah juga tidak seluruhnya digunakan untuk kemakmuran rakyat. Hasil sewa tanah tersebut sebagian besar digunakan untuk kepentingan penjajah. Kekuasaan Inggris selama 5 tahun di Indonesia, juga menghadapi perlawanan rakyat Indonesia di berbagai daerah. Sebagai contoh adalah perlawanan besar rakyat Kesultanan Palembang pada tahun 1812. Sultan Sultan Mahmud Baharuddin menolak mengakui kekuasaan Inggris. Inggris kemudian mengirim pasukan dan menyerang kerajaan Palembang yang terletak di Sungai Musi. Perlawanan rakyat Palembang dapat dikalahkan oleh tentara Inggris, tetapi semangat kemerdekaan rakyat Palembang tetap membara. Inggris juga menghadapi perlawanan dari kerajaan besar di Jawa yakni Kesultanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta. Namun sebelum kedua kerajaan melakukan penyerangan, Inggris berhasil meredam usaha perlawanan tersebut.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Thomas Stamford Raffles diangkat sebagai Letnan Gubernur di Jawa (1811- 1816). Di bawah pemerintahan Inggris tidak ada jabatan Gubernur Jenderal di Jawa. Tahun 1811-1816 Indonesia dipimpin oleh Thomas Stamford Raffles di bawah kekuasaan Inggris, Raffles dikenal berbeda dengan Daendels yaitu ia seorang pembaharu dan penentang feodalisme. Raffles adalah seorang pembaharu dan penentang feodalisme sebagaimana Daendels. Raffles, ia menerapkan sistem sewa tanah atau lebih dikenal landrent. Namun pada kenyataannya sistem sewa tanah yang diterapkan Raffles mengalami kegagalan. Salah satunya karena pajak tanah yang terlalu tinggi, sehingga banyak tanah yang tidak digarap.
Pelaksanaan sistem pemungutan pajak tanah ini, tidak semua dapat dilakukan menurut gagasannya, karena banyak menghadapi kesulitan dan hambatan yang timbul dari kondisi di tanah jajahan. Malahan praktek pemungutan pajak tanah banyak menimbulkan kericuhan dan penyelewengan. Belum adanya pengukuran luas tanah yang tepat, kepastian hukum dalam hak milik tanah belum ada, hukum adat masih kuat, penduduk belum mengenal ekonomi uang dan sulit memperoleh uang menyebabkan pelaksanaan pemungutan pajak yang dilancarkan Raffles tidak berhasil dan banyak menimbulkan penyelewengan. Keinginan Raffles untuk memperbaiki kebijakannya ini terhalang oleh terjadinya perubahan politik di Eropa yang membuatnya terpaksa meninggalkan Indonesia.
B. SARAN
Makalah ini membahas tentang konsep hak milik pertanahan pada masa pemerintahan Raffles. Yang bermamfaat untuk menambah pengetahuan pembaca tentang kebijakan-kebijakan pertanahan pada masa Raffles, Serta sebagai contoh bagi pemerintah agar tidak melakukan hal yang sama pada saat ini karena kebijakan tersebut hanya membuat masyarakat tetap sengsara. Dan akhirnya Bagi Para Pembaca yang telah membaca makalah ini, Pasti menemukan kesalahan-kesalahan dalam penulisan tentang materi ini. Untuk itu kami pemakalah menerima kritik dan saran dari semua pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Dan apabila ada informasi yang bermanfaat yang terdapat dalam makalah ini, maka bisa diambil sebagai tambahan ilmu dan referensi bagi para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ricklefs M. C, Sejarah Indonesia Modern, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1995), hlm. 174.
2. Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru:1500-1900 Dari Emporium Sampai Imperium jilid I, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1987), hlm. 192.
3. Supriadi, Hukum Agraria, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hlm. 42.
4. Sartono Kartodirdjo, op.cit., hlm. 292-293
5. Urip Santoso, Hukum Agraria dan Hak-Hak Atas Tanah, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm. 18-19.
6. Sartono Kartodirdjo, Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia Jilid V: Jaman Kebangkitan Nasional dan Masa Akhir Hindia Belanda, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1975) hlm 3.
7. Nugroho Notosusanto,Sejarah Nasional Indonesia Jilid 2, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1979), hlm. 178
http://geschiedenisfarizpratama.blogspot.co.id/2015/11/sewa-tanah-pada-masa-thomas-stamford.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar