Jumat, 07 September 2018

Makalah zaman logam di Indonesia

KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT. Tuhan Yang Maha Esa. Berkat rahmat dan karunianya kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini yang berjudul “Kebudayaan Zaman Logam Di Indonesia.” tepat pada waktunya. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah “Sejarah Masyarakat Dan Kebudayaan Indonesia”.
Makalah ini telah disusun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan pembaca tentang sejarah masyarakat dan kebudayaan Indonesia, khususnya pada masa zaman logam.
Demikian kata pengantar ini, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Dan kami menyadari bahwa makalah ini belum sempurna. Oleh karena itu, kami menerima saran dan kritik yang membangun dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Medan, 24 April 2018
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ........................................................................................... i
Daftar Pustaka ............................................................................................ ii
BAB I : PENDAHULUAN ........................................................................ 1
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................... 1
C. Tujuan Makalah ............................................................................. 2
BAB II : PEMBAHASAN .......................................................................... 3
A. Budaya Logam Di Indonesia .......................................................... 3
B. Pembagian Dan Hasil Kebudayaan Zaman Logam Di Indonesia ... 5
C. Tahap Awal Logam Di Sumatra, Jawa, Bali, Kepulauan Talaud Dan
Maluku Utara ................................................................................... 8
BAB III : PENUTUP ................................................................................... 12
A. Kesimpulan ...................................................................................... 12
B. Saran ................................................................................................ 12
Daftar Pustaka .............................................................................................. iii
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Zaman prasejarah dapat diketahui berdasarkan hasil penemuan-penemuan alat kebudayaan manusia pendukungnya. Hasil kebudayaan-kebudayaan prasejarah dapat dibedakan menjadi dua menurut bahan atau alat-alat yang digunakan yaitu: zaman batu dan zaman logam. Zaman logam adalah zaman dimana manusia sudah mengenal logam sebagai alat kehidupan sehari-hari. Zaman logam bukan berarti mengakhiri zaman batu, pada zaman logam juga masih menggunakan perkakas batu. Maka sesungguhnya nama zaman logam hanyalah untuk menyatakan bahwa pada saat itu logam telah dikenal dan dipergunakan orang untuk bahan membuat alat-alat yang dipergunakan.
Tahap logam awal dimulai dengan pengenalan artefak dari tembaga, perunggu, dan besi beserta teknologi pembuatannya yang tampaknya terjadi secara bersamaan. Hampir pasti semua unsur budaya baru itu diperoleh langsung dari sumber-sumbernya di daratan Asia tenggara selama beberapa abad terakhir sebelum masehi. Perkembangan zaman logam di Indonesia berbeda dengan di Eropa, karena zaman logam di Eropa mengalami tiga fase, yaitu: zaman tembaga, zaman perunggu, dan zaman besi. Sedangkan di Indonesia khususnya dan asia tenggara umumnya tidak mengalami zaman tembaga tetapi langsung memasuki zaman perunggu dan besi secara bersamaan. Untuk Indonesia, yang menerima kebudayaan logamnya dari daratan Asia.
Artefak-artefak besi dan perunggu yang ditemukan di Indonesia banyak dihubungkan dengan kebudayaan Dongson, di Vietnam Utara. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai zaman logam tersebut, kami akan membahas zaman logam tersebut mulai dari awal zaman logam sampai pada hasil-hasil kebudayaan pada zaman logam tersebut.
2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kehidupan budaya logam di Indonesia?
2. Bagaimana fase atau pembagian zaman logam di Indonesia?
3. Bagaimana tahap awal logam yang ada di Sumatera, Jawa, Bali, Maluku dan sulawesi?
3. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui kehidupan budaya logam di Indonesia
2. Untuk mengetahui perkembangan atau pembagian-pembagian zaman logam berserta hasilnya di Indonesia
3. Untuk mengetahui tahap awal logam di Sumatera, Jawa, Bali, Maluku, dan Sulawesi
BAB II
PEMBAHASAN
A. Budaya Logam Di Indonesia
Penemuan logam yang digunakan untuk mengganti artefak batu merupakan suatu kemajuan yang luar biasa sejarah peradapan manusia. Pencapaian tersebut tidak lepas dari kemampuan manusia untuk memanfaatkan api dan piroteknologi. Dalam sejarah perkembangan teknologi logam, tembaga alam (native cover) adalah jenis logam pertama yang ditemukan manusia. Manusia hanya mengenal jenis logam tunggal (monometalik) untuk pembuatan artefak. Bukti-bukti tertua temuan artefak besi dan perunggu di Indonesia terjadi dalam kurun waktu yang bersamaan yaitu sekitar 500 SM. Sebagian artefak perunggu ditemukan di Indonesia dari masa logam awal mungkin merupakan benda upacara antara lain berupa kapak dengan berbagai bentuk hiasan serta nekara perunggu. Kebudayaan logam di Indonesia sering dihubungkan dengan kebudayaan Dongson di Vietnam Utara.
Secara umum artepak logam yang merupakan produk kebudayaan dongson dapat dibedakan menjadi beberapa kategori yaitu alat alat musik, perhiasan, peralatan (tools) dan senjata. Artefak logam tersebut berupa nekara, sejenis lonceng (bells), tempat berludah (spitton), mangkok, gelang, pelindung lengan dan dada, ikat pinggang, cincin, mata pancing, kapak corong, mata panah, sejenis sabit yang tangkainya berlubang, kapak bahu, mata tombak, pisau kecil, pedang, dan pisau belati yang tangkainya berhiaskan tubuh manusia (anthropomorphic). Kebudayaan Dongson yang merupakan puncak dari perkembangan teknologi logam di vietnam utara sesungguhnya didahului oleh beberapa fase budaya yakni Phung Nguyen, Dong Dao, dan Go Mun.
Nekara perunggu merupakan salah satu produk kebudayaan Dongson yang diduga didatangkan di Indonesia setelah 200 SM. Persebaran nekara Dongson atau yang lebih dikenal dengan nekara tipe Heger I meliputi pulau-pulau di daerah paparan Sunda yaitu Sumatera, Jawa, bahkan sampai ke Nusa Tenggara dan pulau Kei di dekat Papua. Sampai saat ini di Kalimantan telah dilaporkan sebuah temuan nekara perunggu, tetapi belum ditemukan di Sulawesi dan Filifina. Sebaran Nekara Dongson tipe Heger I tersebut mungkin terjadi pada daerah-daerah yang merupakan jalur perdagangan yang menghubungkan Indonesia bagian barat dan timur. Sebaran nekara Dongson tipe Heger I di kepulauan Indonesia mungkin terkait dengan perdagangan rempah-rempah akibat meningkatnya kebutuhan terhadap komoditas tersebut, antara daerah Asia tenggara daratan terutama Vietnam dan daerah-daerah di Asia Tenggara kepulauan. Selain artefak, bahan baku logam mungkin juga diperdagangkan dari Asia Tenggara daratan ke daerah-daerah di Asia Tenggara kepulauan.
Kehadiran artefak perunggu yang merupakan produk kebudayaan Dongson sekitar abad II SM di Indonesia diduga berfungsi sebagai simbol status bagi para elite pada masa itu. Artefak perunggu seperti kapak sering ditemukan sebagai benda bekal kubur dalam sarkofagus maupun kuburan tanpa wadah. Perlu diketahui bahwa kubur sekunder dengan nekara telah ditemukan disitus Plawangan (Jawa Tengah), dan Manikliu (Bali). Kebutuhan akan barang-barang perunggu tampaknya semakin meningkat seiring dengan kompleknya tatanan masyarakat pada waktu itu. Bukti-bukti adanya pengerjaan artefak logam di beberapa situs di Indonesia seperti di Manuaba, Gianyar, Bali, yang tidak memiliki bahan baku logam mengindifikasikan adanya perdagangan antarpulau (perdagangan jarak jauh) pada masa prasejarah. Tembaga sebagai salah satu unsur bahan baku artefak perunggu terdapat di beberapa pulau kepulauan Indonesia antara lain: Sumatera, Jawa, Timor, Sulawesi dan Papua. Keberadaan timah lebih langka, namun timah ditambang di Bangka, Belitung, Singkep, Riau, dan daerah sekitarnya. Perlu dicatat bahwa di Indonesia belum pernah ditemukan situs penambangan logam dari masa prasejarah.
Penemuan artefak besi dalam situs arkeologi di Indonesia sering kali bersamaan dengan artefak perunggu, dan jumlahnya agak terbatas. Artefak besi biasanya ditemukan sebagai bekal kubur, seperti dalam kubur batu di Wonosari (DI Yogyakarta), Besuki dan Punung (Jawa Timur), dan jenis kubur lainnya pada masa perundagian. Jenis artefak besi yang lazim ditemukan dalam situs arkeologi di Indonesia dapat digolongkan sebagai alat keperluan sehari-hari, perhiasan, dan senjata, antara lain berupa beliung, sabit, tajak, alat untuk menyiangi rumput, alat bermata panjang dan gepeng, gelang, tombak dan tongkat. Artefak logam di Indonesia pada umumnya ditemukan dalam konteks bekal kubur. Bekal kubur sering digunakan sebagai indikator untuk menentukan status sosial seseorang yang dikubur. Demikian halnya dengan artefak logam yang bahan bakunya langka atau didatangkan dari tempat lain yang jauh, dan mungkin memiliki nilai sosial yang tinggi bagi pemilik dan pemakainya. Dengan kata lain, benda bekal kubur digunakan sebagai simbol yang mengacu kepada peranan dan status sosial orang yang meninggal. Kebudayaan Dongson tampaknya memberikan stimulan terhadap pengembangan teknologi logam, khususnya perunggu, di kepulauan Nusantara. Namun demikian, kearifan-kearifan budaya lokal juga ter refleksi pada bentuk atau wujud artefak perunggu di Indonesia yang tidak sepenuhnya sama dengan kebudayaan Dongson.
B. Pembagian Dan Hasil Kebudayaan Zaman Logam di Indonesia
Zaman logam terdiri atas tiga zaman yaitu zaman tembaga, perunggu, dan besi. Tetapi berdasarkan teori di Asia Tenggara tidak mengenal zaman tembaga. Oleh karena itu di Indonesia hanya ada zaman perunggu dan besi pada zaman logam. Meskipun begitu, kami akan membahas sedikit tentang zaman tembaga.
1. Zaman Tembaga
Zaman tembaga merupakan zaman yang menjadi awal manusia mengenai logam dimana pada zaman ini manusia menggunakan tembaga sebagai bahan dasar untuk membuat peralatan. Para ahli mengatakan bahwa Indonesia tidak terpengaruh dengan zaman tembaga serta tidak pula mengalaminya karena hingga saat ini, belum ada ditemukan peninggalan-peninggalan sejarah dari zaman tembaga di Indonesia. hanya negara-negara diluar Asia Tenggara saja yang terpengaruh dengan zaman ini.
2. Zaman Perunggu
Zaman perunggu merupakan zaman dimana manusia membuat peralatan dari perunggu. Di Indonesia sendiri, ditemukan peninggalan – peninggalan sejarah dari zaman perunggu yaitu :
• Kapak Corong
Adapun di Negeri kita kapak logam yang di temukan adalah kapak perunggu yang sudah mempunyai bentuk tersendiri. Kapak ini biasa di namakan kapak sepatu maksudnya ialah kapak yang bagian atasnya berbentuk corong yang sembirnya belah, sedangkan kedalam corong itulah dimasukkan tangkai kayu nya yang menyiku kepada bidang kapak. Kapak corong ini yang terutama ditemukan di sumatera selatan, jawa, bali, sulawesi tengah dan selatan, pulau selayar dan di iriah dekat danau sentani yang banyak jenisnya. Ada yang kecil dan bersahaja, ada yang besar dan memakai hiasan ada yang pendek lebar. Yang panjang satu sisi ini disebut candralsa. Pada sebuah candrasa yang ditemukan didaerah yogjakarta terdapat didekat tangkainya suatu lukisan yang sangat menarik perhatian, ialah seekor burung terbang memegang sebuah candralsa yang tangkainya sangat pendek.
Adapun cara pembuatan kapak-kapak corong itu, banyak tanda-tanda yang menunjukkan tehnik A cire perdue. Didekat bandung ditemukan cetakan-cetakan dari tana bakar untuk menuangkan kapak corong. Penyelidikan mengatakan bahwa yang dicetak adalah bukan logamnya, melainkan tentunya kapak yang dibuat dari lili, ialah yang menjadi model dari kapak logamnya.
• Nekara
adalah semacam berumbung dari perunggu yang berpinggang di bagian tengahnya dan sisi atas nya tertutup. Diantara necara-necara yang ditemukan dinegeri kita hanya beberapa sajalah yang utuh. Bahkan yang banyak berupa pecah-pecahan belaka. Didapatkannya antara lain di sumatera, jawa, bali, pulau sangean dekat sumbawa, roti, leti, selayar dan dikepulauan kei.
• Benda-benda lainnya
 penemuan-penemuan lainnya di zaman perunggu yang di dapat adalah berupa barang-barang perhiasan seperti gelang, binggel ( gelang kaki), anting-anting, kalung dan cincin. Umumnya barang-barang perhiasan itu tidak diberi hiasan ukiran sedikit pun. Dari daerah tepi danau Kerinci dan dari Pulau Madura ditemukan bejana perunggu yang bentuknya seperti periuk tetapi langsing dan gepeng. Yang dari Sumatera bagian atasnya telah hilang, sedangkan yang dari Madura hanya cacat sedikit. Selain benda-benda perunggu, adalagi benda-benda bukan perunggu tetapi ditemukan dari zaman perunggu seperti manik-manik dari kaca ( terdapat terutama dari kuburan-kuburan) yang jumlahnya sangat besar sehingga memberi corak istimewa pada zaman perunggu itu.
• Kebudayaan dongson
Kebudayaan perunggu Asia Tenggara biasanya disebut kebudayaan dongson. Menurut nama tempat penyelidikan pertama di daerah tonkin. Penyelidikan menunjukkan bahwa disanalah pusat kebudayaan perunggu Asia Tenggara. Disana ditemukan segala macam alat-alat perunggu dan nekara, alat-alat dari besi dan kuburan-kuburan zaman itu. Pun bejana yang serupa dengan yang ditemukan di Kerinci dan Madura.
• Candrasa
Candrasa merupakan sejenis kapak yang menyerupai senjata tapi tidak cocok sebagai peralatan perang / pertanian karena tidak kuat dan kokoh. Candrasa ditemukan di Bandung dan diperkirakan digunakan untuk keperluan upacara.
• Teknik Bivalve
Teknik bivalve disebut sebagai teknik setangkup dimana untuk membuat perunggu dilakukan dengan cara menangkupkan dua bagian batu kemudian diisi cairan logam. Berikut langkah – langkahnya :
1. Cetakan terdiri dari dua bagian dan umumnya terbuat dari batu.
2. Cetakan diikat dan perunggu cair dituangkan ke dalam rongga cetakan.
3. Tunggu hingga cetakan dingin dan membeku.
4. Kemudian, cetakan dilepas dan terbentuklah hasil cetakannya.
• Teknik A Cire Perdue
Teknik A Cire Perdue disebut juga sebagai teknik cetak lilin dimana bahan dasarnya berupa tanah liat dan lilin sebagai bahannya. Berikut langkah – langkahnya :
1. Buatlah model benda yang diinginkan dari lilin atau sejenisnya.
2. Benda yang dicetak tersebut kemudian dibungkus dengan tanah liat yang diberi lubang.
3. Lalu, dibakar maka lilin pun meleleh.
4. Selanjutnya, rongga bekas lilin tersebut, diisi dengan cairan perunggu.
5. Setelah perunggu menjadi dingin dan membeku maka tanah liatnya dibuang sehingga menghasilkan barang yang dicetak.
3. Zaman Besi
Zaman besi merupakan zaman dimana manusia telah mampu membuat peralatan dari besi yang lebih sempurna daripada tembaga ataupun perunggu. Dengan cara, meleburkan besi dari bijihnya lalu menuangkan cairan besi tersebut ke dalam cetakan. Adapun hasil peninggalan dari zaman besi yang sudah ditemukan di Indonesia antara lain mata kapak, mata sabit, mata pisau, mata pedang, cangkul, dan sebagainya. Mata kapang digunakan untuk membelah kayu sedangkan mata sabit digunakan untuk menyabit tumbuh – tumbuhan. Di Indonesia, benda – benda tersebut telah ditemukan di Gunung Kidul (Yogyakarta), Bogor, Besuki dan Punung (Jawa Timur).
C. Tahap Awal Logam Di Sumatera, Jawa, Bali, Kepulauan Talaud Dan Maluku Utara
1. Sumatera
Salah satu pusat temuan bangunan-bangunan batu prasejarah yang penting di Indonesia terdapat di daratan Pasemah yang memanjang 70 KM disekitar Pagaralam, Sumatra bagian Selatan (Hoop 1932; Heekeren 1958: 63-79). Beberapa kubur peti batu yang digali oleh Hoop (1932) di Tegurwangi berisi sejumlah besar manik-manik kaca dan beberapa benda logam, antara lain spiral tembaga atau perunggu, sebuah peniti emas, dan tombak besi yang sudah rusak. Semua tidak dapat ditarikhkan secara tepat. Satu dari beberapa di Tegurwangi dan berbagai kubur ruangan megalit di Tanjungara (Bie 1932) dan Kotaraya Lembak (Soejono 1991) pada waktu ditemukan masih menyimpan jejak-jejak lukisan dinding dalam beberapa warna yang memperlihatkan bentuk manusia dan kerbau. Salah satu kubur ruangan yang baru ditemukan di Kotaraya Lembak berisi lukisan seeokor ayam dalam sikap berkelahi yang dilukis dengan empat warna (Caldwell 1996).
Petunjuk yang paling penting untuk menarikhkan pahatan-pahatan ini adalah bentuk nekara tipe Heger I yang dipahatkan pada relief Batugajah dan Airpurah, dilukis juga pada dinding ruang kubur Kotaraya Lembak (Soejono 1991:19) dan mungkin juga diperlihatkan pada ukiran pada batuan alami yang terbuka dekat Tegurwangi (Caldwell 1996). Bukti-bukti ini dapat menyarankan tarikh awal atau pertengahan milenium pertama masehi, meskipun mungkin ada yang bertumpang tindih kurun waktunya dengan masa kerajaan dagang Sriwijaya di daratan timur sekitar Palembang (yaitu sesudah tahun 670M).
2. Jawa
Di Jawa, banyak situs menghasilkan himpunan tinggalan dari tahap logam awal, terutama dalam hubungannya dengan kubur peti batu atau sarkopagus yang diukir secara lebih rumit yang terdapat mulai dari Jawa timur melalui Bali sampai Sumbawa dan Sumba (Soejono 1969, 1982b; Glover 1979). Pada sejumlah tempat di Jawa bagian barat juga terdapat kompleks bagunan batu yang berteras-teras dan juga panggung batu yang tampaknya termasuk dalam tradisi arsitektur pra-Hindu. Selain penelitian mengenai kubur batu dan bangunan megalitik lain, yang senantiasa menarik perhatian arkeologi di bagian barat Indonesia, terdapat sejumlah penggalian di situs lain yang termasuk dalam tahap logam awal di Jawa. Di salah satu situs lain di Jawa bagian utara yang disebut Kradenanrejo dekat Lamongan, Sisa jenazah seorang anak ditempatkan di dalam nekara tipe pejeng, dengan nekara tipe Heger I di atasnya sebagai penutup, bersama manik-manik berfaset dari carnelian, kaca dan emas, satu wadah perunggu dengan hiasan lingkaran dan paduan lengkung-garis yang khas Dongson, hiasan emas berbentuk payung, dua cangkir perunggu dan berbagai benda besi serta perunggu lainnya (Bintarti 1985a).
Situs-situs Jawa lainnya yang menghasilkan himpunan temuan tahap logam awal yang penting, termasuk satu situs di Leuwiliang dekat Bogor dan satu situs di Pejaten sebelah selatan Jakarta. Situs di Leuwiliang menghasilkan serangkaian bekal kubur yang tersusun dalam penguburan tanpa wadah yang sudah hancur, termasuk satu anting-anting perunggu antropomorfis (Soejono 1984) dan topeng dari logam mulia yang belum dapat diidentifikasikan (PPAN 1988). Dari situs di Pejaten (Sutayasa 1979) ditemukan cetakan dari tanah liat bakar untuk membuat beliung perunggu dan pisau. Cetakan ini tampaknya bertarikh radiokarbon sebelum tahun 200 M. Tidak satu pun dari situs-situs ini yang dapat ditemukan secara tegas dan jelas dalam rekonstruksi prasejarah Jawa dan yang paling mendesak untuk dilakukan sekarang adalah menerbitkan catatan hasil penelitian yang lebih lengkap dan lebih banyak tarikh radiokarbon yang diperolehkan dengan baik.
3. Bali
Bali terkenal karena temuan sarkopagusnya yang sangat khas, yang dibuat dari batu tufa atau bereksi yang lunak. Sarkopagus-sarkopagus ini terutama ditemukan di situs-situs pedalaman dibagian tengah dan selatan pulau ini (Heekeren 1955). Sarkopagus Bali mempunyai badan dan tutup yang terpisah, dan tutupnya sendiri bentuknya tinggi melengkung. Umumnya sarkopagus ini mempunyai tonjolan-tonjolan seperti tombol pada ujungnya, yang kadang-kadang diukir berbentuk kepala manusia atau kepala kura-kura. Berbagai ukuran sarkopagus dibuat untuk menyimpan jenasah yang dimasukkan dalam posisi terlipat atau telentang. Bekal kubur yang disertakan mencakup manik-manik kaca dan carnelian, beberapa benda besi yang tidak jelas bentuknya, perhiasan bagus dan selubung tangan yang dibuat dari kumparan kawat perunggu, serta alat perunggu bercorong dengan bentuk sabit dan bentuk hati, yang terakhir dapat disejajarkan dengan temuan di Thailand dari pertengahan milenium pertama SM. Di Gilimanuk, Bali bagian barat, dua di antara sarkopagus yang ditemukan, yang satu dengan tutup berbentuk mirip kerbau dan yang lain dihiasi motif mirip genitalia wanita yang digayakan, telah digali dari konteknya yang ditarikhkan sekitar 1.500 sampai 2.000 tahun lalu.
Gilimanuk adalah situs kubur penting di pantai utara Bali. Situs ini mengandung banyak sisa penguburan manusia dalam posisi telentang tanpa wadah maupun penguburan dalam tempayan dengan bekal kubur berupa tembikar dan benda-benda perunggu seperti yang terdapap di sarkopagus. Bekal kubur lain di situs Gilimanuk diantaranya adalah satu ujung tombak besi yang bertangkai, pisau belati besi bergagang perunggu, serta manik-manik dari emas, kaca dan carnelian. Situs Gilimanuk dan satu sarkopagus di Pangkungliplip menghasilkan penutup mata dan mulut dari emas.
4. Kepulauan Talaud Dan Maluku Utara
Situs penguburan dalam tempayan yang akan dibicarakan pertama kali adalah gua kecil Leang Buidane di Pulau Salebabu dalam kelompok Talaud disebelah timur laut Indonesia. Bejana-bejana penyerta dan benda-benda lain yang ditemukan bersama sisa-sisa penguburan dalam tempayan menunjukkan suatu ciri gaya yang hampir seragam, dan menyiratkan budaya Buidane sebagai budaya yang tampaknya berkembang di seluruh Talaud selama milenium pertama masehi. Periuk-periuk kecil yang ditemukan mencakup wadah berlekuk bahu dan beralas bundar dengan hiasan berupa bidang-bidang datar yang berisi goresan yang cukup rumit, gelas berleher tinggi yang khas dengan poles warna merah yang digosok, dan berbagai bejana untuk memasak. Bejana-bejana yng berlekuk bahu khususnya mempunyai tepian yang berpenampang menyiku, yang juga khas untuk temuan tembikar tahap ini di sabah.
Artefak-artefak lain yang ditemukan di Leang Buidane mencakup gelang dan manik-manik kerang, patahan gelang kaca, manik-manik dari batu agate dan carnelian, penutup kendi dari batu karang, dan satu anting-anting tembikar berbentuk cincin. Manik-manik batu yang ditemukan amat menarik. Kebanyakan adalah manik-manik carnelian merah berfaset dengan bentuk bulat atau memanjang, dengan ketepatan pengeboran yang menunjukkan asalnya dari India , meskipun bentuk-bentunya secara kronologis cocok dan dapat dimasukkan dalam jenis yang umum terdapat di India dan Asia Tenggara selama 2.000 tahun yang lalu. Leang Buidane juga menghasilkan artefak-artefak logam, antara lain sejumlah pecahan dari benda besi yang tidak jelas bentuknya, dan benda-benda dari tembaga atau perunggu yang terdiri atas patahan-patahan gelang, satu kerucut perunggu, dan satu kapak corong dari tembaga. Tiga belahan cetakan setangkup dari tanah liat bakaryang dipakai untuk mencetak kapak dan benda-benda tembaga lainnya juga ditemukan. Temuan-temuan itu menunjukkan bahwa pencetakan logam dilakukan di tempat itu, meskipun mungkin terbatas pada daur ulang artefak-artefak yang aslinya diimpor. Pada umumnya, metalurgi Buidane cocok dalam rentang waktu perkembangan metalurgi yang dilaporkan dari Sabah dan Filifina, dan pembuatan tembaga dan perunggu tampaknya terbatas pada teknik cetakan setangkup, tanpa pemakain lilin.
Di Maluku Utara, sisa-sisa penguburan dalam tempayan berhasil digali dari Gua Uattamdi di pulau Kayoa bersama-sama dengan manik-manik kaca, pecahan besi dan perunggu, mata uang Cina tak bertarikh, dan cangkang kerang besar yang tampaknya disertakan sebagai bekal kubur. Tarikh untuk himpunan ini berkisar dari sekitar tahun 1 sampai 1200 M. Kawasan-kawasan lain di Maluku Utara juga menghasilkan tembikar yang digores dengan ciri-ciri tembikar tahap logam awal dan bertarikh radiokarbon milenium pertama SM, yang ditemukan bersama dengan kuburan sekunder, terutama tengkoraknya, di ceruk peneduh Tanjung Pinang di Morotai serta dalam lapisan hunian di Gua Siti Nafisah di Halmahera, dan situs terbuka Buwawansi di Gebe.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN







DAFTAR PUSTAKA


Harioyono, T. Logam dan Peradaban Manusia. Yogyakarta: Philoshophy Press, 2001

Bellwoord, Peter. Prehistory of the Indo-Malayan Archipelago. Sydney: Academic Press, 1985

Van Bemmelen, R.W. The Geology of Indonesia. General Geology of Indonesia and Adjacent Archipelago. Vol. I A. The Hague: Martinus Nijhoff, 1949.

Soejono, R.P, dkk., eds. Sejarah Nasional Indonesia. I. Jakarta: Balai Pustaka, 1984.

Renfrew, C., and P. Bahn. Archaeology Theories, Methods and Practice. London: Thames and Hudson, 1991.

Tanudirjo, Daud Aris, dkk., Indonesia Dalam Arus Sejarah Prasejarah. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2012.

Soekmono, R. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia I. Yogyakarta: Kanisius, 2010.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar